Barat Alami Tsunami Inflasi, Apa Dampaknya ke Indonesia?

Barat Alami Tsunami Inflasi, Apa Dampaknya ke Indonesia?

Febrio Nathan Kacaribu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kementerian Keuangan Republik Indonesia menyatakan kondisi Indonesia relatif terisolasi dari potensi stagflasi dunia.

Terlihat harga-harga barang di dunia kian melonjak naik, khususnya di negara-negara dengan inflasi tinggi, seperti Amerika Serikat yang mengalami inflasi di atas 8 persen yang tergolong sangat tnggi. Kondisi yang jarang sekali terjadi, terakhir pada sekitar puluhan tahun lalu.

BACA: Elon Musk dan LBP Pegang Kopiko, Saham Mayora Menguat Dua Hari Beturut

Sementara itu, bagaimana dengan Indonesia? Tingkat inflasi Indonesia yaitu 2.6 persen. Namun, harga di level produsen mengalami inflasi berkisar 8 persen.

Oleh karena itu, pemerintah bersama Bank Indonesia terus berupaya menghadang tsunami inflasi tersebut sampai dirasaan oleh masyarakat atau rumah tangga.

Salah satu penyebab tingginya inflasi di tingkat global adalah akibat perang Ukraina dan Rusia yang belum usai. Negara maju jadi yang paling rentan mengalami inflasi, seperti Amerika Serikat. Akibatnya pemerintah Amerika, mengumumkan akan melakukan pengetatan moneter alam waktu singkat.

BACA: THR dan Gaji ke 13 PNS Cair, Hati-hati Boncos

Dampaknya? Pertumbuhan ekonomi Amerika akan melambat, bahkan berpotensi mengalami resesi.

Lalu apa dampaknya bagi negara berkembang seperti Indonesia?

Seperti krisis 2008-2009, dampaknya ke negara berkembang adalah negatif. Artinya terjadi capital outflow dan terjadi instabilitas di pasar keuangan. Apalagi pada saat itu kondisi Indonesia sedang kurang baik, dimana Indonesia sedang mengalami current account defisit yang cukup dalam.

Namun, tahun 2022 ini, kondisi Indonesia mengalami current account surplus yang bisa dijadikan penyangga jika krisis terjadi. Dengan demikian, menurut Febrio Nathan Kacaribu, kondisi Indonesia akan lebih baik dibanding sebelumnya.

Inilah salah satu prioritas pemerintah untuk menjaga pertumbuhan ekonomi dan penerimaan negara tetap dalam kondisi baik, agar bisa menjaga daya beli masyarakat. (nda)